Saturday 16 November 2013

"Cerpen Cinta Ini untukmu Part 11"

cerpn cinta ini untukmu
Maaf lama ngeposnya, padahal udah aku tulis namun dirasa - rasa feelnya kurang, jadi aku perbaiki lagi dan mungkin ini part terakhir.

Buat yang sudah menunggu Happy reading aja ya








Dilaboratorium Daren sedang mengamati hasil dari tugas prakteknya, menggoyang - goyangkan botol tabung kecil lalu meletakkan kembali ke tempat semula,tidak lupa Daren mencatat apa yang ia amati. Matanya kini beralih pada hewan - hewan yang akan menjadi bahan praktek kelasnya.

"Kalau Karin lihat itu semua pasti kabur dan nggak mau kesini lagi" Gumam Daren dalam hati sambil tersenyum memandang katak yang sedang bertengger di dalam sebuah kotak "Pantas saja dia membenci pelajaran IPA"

"Ehem" Suara dehaman seseorang mengalihkan perhatian Daren dari sang katak ke seseorang yang berada di belakangnya, terlihat seseorang tersenyum lebar saat Daren tersenyum sinis menanggapinya.

"Serius amat pak ngamatinnya" Celoteh Bayu yang sudah berada disebelah Daren. Ruang Laboratorium sedang sepi karena ini jam istirahat membuat semua siswa yang ada di laboratorium keluar kecuali Daren dan Bayu.

"Kamu nggak keluar Ren?" Tanya Bayu dan dibalas dengan gelengan Daren, Daren lebih memilih berada di laboratorium dari pada ke kantin.

"Lagi males" Jawab Daren singkat Ia berjalan mendekati kursi dan duduk disana diikuti oleh Bayu.

Bayu memperhatikan Daren yang sedang fokus dengan tugasnya, sedangkan dia malah tidak memikirkan tugasnya sendiri. Daren melirik Bayu sekilas yang seperti sedang menimbang - nimbang sesuatu, mulutnya membuka lalu detik berikutnya tertutup lagi.

"Apa yang ingin kamu bicaran?" Tanya Daren membuat Bayu menjetikkan jarinya tepat di telinga Daren, Daren hanya bisa mengelus - elus telinganya karena ulah Bayu.

"Tepat sekali" Ucapnya sambil tersenyum lebar "Memang ada yang ingin aku tanyakan sama kamu" Lanjutnya sambil memasang wajah yang serius.

"Ya udah buruan tanya" Kata Daren tidak sabar karena masih harus menyelesaikan tugasnya.

Bayu berpindah tempat duduk agar ia bisa berhadapan dengan Daren, lalu kedua tangannya ia taruh diatas meja. Bayu memandang lurus ke mata Daren mencoba mencari sesuatu di mata coklat itu.

"Menurut kamu Karin bisa dipercaya nggak?" Tanya Bayu sambil terus memandang mata Daren, mendengar pertanyaan Bayu membuat kening Daren berkerut tak mengerti "Jawab saja apa yang aku tanyakan" Tekan Bayu saat melihat Daren memandangnya dengan bingung,

"Tentu saja, dia kan nggak bisa berbohong. Bukannya kamu sudah tau itu?" Jawab Daren santai membuat Bayu menunduk mengalihkan pandangannya ke bawah meja sesaat kemudian baru mengangguk dan kembali memandang Daren sambil tersenyum.

"Owh iya kalau di rumah Karin seperti apa?" Tanya Bayu kembali membuat Daren lebih mengerutkan keningnya. "Jawab saja sesuai yang kamu ketahui" Lanjut Bayu dengan nada datar, masih memandang mata Daren. Daren merasa sahabatnya hari ini aneh dan terlalu banyak basa - basi, namun tak urung ia menjawab ketika Bayu masih menatapnya penuh minat.

"Karin kalau di rumah" Ucap Daren sambil menerawang mengingat kelakuan Karin kalau sedang berada di rumah

Daren menceritakan kelakuan Karin dari saat ia pertama kali tinggal di rumah Karin, mengingat wajah pucat pasi Karin saat pertama kali melihat Daren di rumahnya, Karin yang akan turun dari kamar dengan masih menguap saat sang Mama membangunkannya untuk sholat jamaah, Cara Karin mengalihkan pembicaraan ketika Papanya bertanya, Karin yang suka melihat senja dari teras atau jendela kamar. Semua Daren ceritakan kepada Bayu yang sedang mengamatinya, tanpa sadar Daren tersenyum saat menceritakannya membuat Bayu tersadar sesuatu dan menundukkan kepala seakan ingin meragukan apa yang kini ada dipikirannya, namun ketika ia mendongak dan melihat mata Daren yang berbinar - binar membuat Bayu mau tak mau harus menerima apa yang dia lihat di mata Daren.

"Kau menyukainya" Celetuk Bayu membuat Daren berhenti berbicara dan memandangnya dengan lebih serius.

"Apa?" Tanya Daren saat mendengar perkataan Bayu. Itu bukan perkataan tapi itu sebuah pernyataan, bukankah dia sudah pernah bilang ke Bayu bahwa dia memang menyukai Karin.

"Kau bukan hanya menyukainya, tapi kau juga mencintainya" Ucap Bayu sambil memandang Daren dengan wajah datar, tidak ada lagi senyuman khasnya yang beberapa saat tadi ada dibibir Bayu. Dipandangi Bayu dengan wajah datar membuat Daren tidak nyaman dan segera mengalihkan pandangannya.

"Apa maksudmu? Bukannya aku bilang aku menyukainya hanya sebagai sahabat, tapi kenapa ekspresimu seperti itu?" Tanya Daren merasa aneh dengan sikap Bayu kepadanya.

"Owh ya! Kau menyukainya sebagai sahabat, tapi kenapa matamu menyiratkan hal yang lain?" Tanya Bayu masih dengan nada datar yang sama. Mendengar hal itu Daren tidak bisa berkata apa - apa, Daren lebih memilih diam dan menghindari tatapan Bayu yang mengintimidasinya.

"Masih mau membohongi dirimu sendiri?" Ucap Bayu yang membuat Daren mendongak menatap Bayu dengan wajah kesal. Daren tidak suka jika ada orang yang bisa membaca pikirannya, dia tidak ingin siapa pun tau apa yang dia rasakan, dia tidak ingin privasinya diganggu oleh orang lain.

"Apa sebenarnya yang ingin kamu katakan?" Tanya Daren menatap Bayu dengan wajah tak sukanya. Bayu yang melihat Daren kesal hanya tersenyum simpul sambil memiringkan kepalanya.

"Sudah kuduga kau akan marah bila aku menebakmu. Berarti dugaanku benar kalau kau memang mencintainya" Kata Bayu tenang, membuat Daren hanya diam dan tak berani menatap mata Bayu. Selama ini tidak ada yang bisa membaca pikirannya atau menebak dengan tepat apa yang ia rasakan,

"Kau lupa aku lebih mengenalmu dari pada dirimu sendiri" Lanjut Bayu dengan nada sedikit mengejek. Ya Daren tidak lupa itu, hanya ada satu orang yang bisa menebak pikirannya, yaitu orang yang kini berada didepannya dan sedang mengamatinya. Daren sadar kalau Bayu bisa mengerti perasaannya lebih dari dirinya sendiri.

"Tapi itu semua bukan alasan untukmu tidak memiliki Karin, kau juga berhak mencintainya bahkan memilikinya" Ucap Daren dengan nada sedikit putus asa pada akhirnya ia menyerah dan lebih memilih untuk jujur kepada sahabatnya yang juga mencintai orang yang sama dengannya.

"Aku juga berpikiran seperti itu" Kata Bayu sambil mengelus - elus dagunya, Daren yang sedari tadi menghindarinya kini memandang Bayu dengan tatapan bingung.

"Aku tau sifat kamu seperti apa" Ucapnya sambil memandang Daren, "Kamu pasti akan merelakan kebahagiaanmu untuk orang lain" Kata Bayu sambil memicingkan matanya menatap Daren yang kini hanya terpaku melihatnya, "Tapi masalahnya bukan karena aku dan kau mencintai orang yang sama" Lanjutnya membuat Daren menaikkan sebelah alisnya. "Masalah sebenarnya adalah siapa yang Karin cintai, jadi aku berharap kau jujur pada dirimu sendiri dan katakan pada Karin apa yang kamu rasakan" Jawab Bayu sambil tersenyum kepada Daren.

Daren hanya diam seribu bahasa sambil berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Bayu.

"Apa maksudmu menyuruhku seperti itu? apa kau juga sudah jujur pada Karin tentang perasaanmu?" Tanya Daren, Bayu mengalihkan pandanganya terlihat sedang memikirkan sesuatu lalu dia mengangguk pada Daren.

"Aku sudah mengungkapkannya" Kata Bayu bohong sambil memandang Daren, membuat Daren tercengang olehnya.

"Apa jawaban dari Karin" Tanya Daren dengan hati was - was menanti jawaban Bayu, namun Bayu diam sambil mengalihkan pandangannya.

"Aku belum mendapatkan jawaban langsung darinya" Kata Bayu ia berhenti sejenak "Seperti yang kau ketahui, bahwa dia adalah tipe orang yang mudah ditebak bukan?. Tanpa mendengarnya langsung pun aku sudah tau apa jawabannya" Lanjutnya sambil memandang Daren dengan pancaran sedikit terluka.

"Untuk itu aku menyuruhmu untuk mengungkapkan perasaanmu padanya" Kata Bayu sambil beralih ke Daren.

"Jika apa yang aku pikirkan benar, kau akan senang mendengar jawabannya" Lanjut Bayu sok misterius kepada Daren.


****

Perkataan Bayu membuat Daren terpaku dan terlihat senang, namun buru - buru ia sembunyikan wajahnya senangnya.

"Sok tau kamu" Kata Daren sambil beranjak dari tempat duduknya dan beralih kepada meja yang berisi botol - botol tabung.

"Semuanya belum tentu seperti yang dia katakan, belum tentu Karin" Kata Daren dalam hati sambil mengamati botol tabungnya dan bersiap melanjutkan

"Aku serius Daren, instingku itu bisa diandalkan, mungkin nanti kau bisa berterima kasih kepadaku" Kata Bayu yang sudah berada di sebelah Daren sambil menebuk bahu Daren. Daren menengok kearahnya sambil memperhatikan wajah Bayu yang menampilkan senyum khasnya.

"Lalu bagaimana denganmu, apa kau tidak terluka kalau aku menyatakan perasaanku pada Karin?" Tanya Daren dengan nada merasa bersalah. Mendengar hal itu membuat Bayu menghilangkan senyumnya lalu menjatuhkan tangannya dari bahu Daren.

"Mungkin merasa sakit karena dikhianati olehmu" Kata Bayu dengan nada sedih membuat Daren benar - benar merasa bersalah.

"Tapi tenang saja, aku nggak akan bermusuhan denganmu hanya demi sebuah cinta monyet seperti ini" Kata Bayu kembali ceria membuat Daren kebingungan karenanya.

"Kau tau, seusia kita pasti memiliki emosi yang labil, mungkin hari ini aku sangat mencintainya tapi aku tidak tau apakah dua tahun lagi aku masih mencintainya atau malah sangat membencinya. Untuk itu aku tidak mau mengubah seorang sahabat menjadi seorang musuh hanya untuk memperebutkan cinta yang belum tentu menjadi cinta satu - satunya" Daren hanya memutar mata mendengar perkataan Bayu " Lagi pula kalau aku memang berjodoh dengan Karin, bagaimanapun caranya aku akan memilikinya" Lanjut Bayu dengan nada seperti menyemangati dirinya sendiri lalu menghela napas.

Daren hanya bisa diam mendengar perkataan Bayu, ia tidak bisa berkata apa - apa karena merasa Bayu benar, bukan berarti Bayu menjadi pengecut karena tidak mau mempertahankan cintanya, tetapi justru Bayu lah yang menjadi pejuang cinta sesungguhnya, mengorbankan perasaannya untuk Daren.

Daren menatap Bayu sambil mengangguk mantap, "Aku akan mengutarakan perasaanku pada Karin" Kata Daren,

Bayu tersenyum mendengarnya "Aku akan mendukungmu" Ucap Bayu tulus sambil menepuk bahu Daren lalu beranjak dari sisi Daren menuju meja tugasnya saat bel tanda masuk berbunyi.

"Aku merelakannya karena dia juga mencintaimu Ren" Gumamnya pelan sambil melirik Daren lalu fokus ke tugasnya "Meski sakit rasanya" Lanjutnya sambil tersenyum dan memperhatikan botol - botol tabung di depannya.

****

Teeet......... Teeeeeeeeeeeeeeet........... teeeeeeeeeet bunyi bel tanda berakhirnya jam pelajaran membuat semua siswa merapikan buku - buku mereka dan bersiap untuk pulang, begitu juga Daren dan Bayu yang sedang merapikan bukunya. Bayu menepuk pundak Daren membuat Daren beralih kepadanya.

"Pertimbangkan saranku dan tidak ada salahnya mencoba secepat mungkin" Kata Bayu sambil tersenyum yang dibalas dengan senyuman oleh Daren lalu beranjak meninggalkan kelas.

"Apa aku harus mengungkapkan sekarang? Rasanya sulit mengungkapkan itu tanpa ada persiapan" Gumam Daren pelan sambil memakai tas ransel dan berjalan keluar.

Mengikuti saran Bayu, Daren berniat menghampiri Karin di kelasnya. Dengan langkah lebar ia melangkah menuju kelas Karin yang memang agak jauh dari kelasnya. Jantungnya berdegup lebih keras dari biasanya, perasaan gugup menghampiri Daren pada saat ini, membuatnya bingung padahal saat pertandingan ia jarang sekali gugup, senyuman tak lepas dari bibirnya meski berupa senyum kecil saja dan sesekali Daren menghela napas untuk mengendalikan degub jantungnya.

Langkahnya terhenti hanya untuk menetralkan detak jantungnya agar tidak terdengar dilorong sepi saat ia bisa melihat Gina sedang mengintip ke dalam kelas Karin.

"Tidak salah lagi pasti Karin belum keluar dari kelas" Gumamnya senyumannya melebar karena ia bisa mendengar suara ribut - ribut dalam kelas Karin, dengan sedikit memperlambat langkahnya ia kembali berjalan, meski dalam hatinya ia ingin segera sampai dihadapan Karin, namun saat dia sudah berada diujung kelas Karin, Daren bisa mendengar jelas suara ribut - ribut yang bisa dipastikan itu suara Karin dan Sarah, ia bisa melihat begitu kecewanya Sarah dan raut rasa bersalah Karin dari jendela paling belakang kelas Karin, tanpa berpikir panjang Daren memutuskan berbalik dan pergi meninggalkan kelas Karin tanpa ada seorang pun yang menyadari kehadirannya baik Karin, Sarah maupun Gina yang sedang dihadapannya.

Disinilah Daren berhenti, menatap langit yang sedikit mendung diatasnya, diarea parkiran sambil menunggu Karin keluar dari kelasnya.

"Aku harus bagaimana?"Tanya Daren pada diri sendiri sambil menatap langit, "Aku tidak mungkin merusak persahabatan mereka, aku juga tidak bisa menyia - nyiakan pengorbanan sahabatku" Gumamnya pelan merasa frustasi karena apa yang barusan didengarnya dari kelas Karin.

Daren memang mencintai Karin, tapi melihat mendengar penuturan Sarah bahwa ia merasa iri dengan Karin karena bisa mendapatkan perhatiannya, membuat Daren tidak bisa egois untuk mengungkapkan perasaannya saat ini, ia tidak bisa melihat seseorang yang terluka karena perasaannya.

"Aku pikir tidak untuk saat ini, perasaan ini tidak harus aku ungkapkan saat ini" Kata Daren sambil menjambak rambutnya merasa frustasi karena perasaannya sendiri.

Saat Daren sedang mengatur napasnya suara hp yang bergetar mengalihkan perhatiannya, dengan melepas salah satu tali dari tas ransel dan menggeser tasnya ke depan Daren mengambil Hp yang ada didalam tasnya.

"Mama" Gumam Daren saat melihat nama yang tertera di hpnya, mencoba menenangkan napasnnya lalu perlahan ia mengangkat telpon dari mamanya.

"Waalaikum salam" Sapa Daren saat mendengar mamanya mengucapkan salam, "Baru mau pulang" jawabnya "Hem, kapan?" Tanya Daren sambil mengedarkan pandangan sekitarnya "Owh bagus donk, ya udah ntar kita ketemu di rumah Karin, Bye ma. Waalaikum salam" Kata Daren memutuskan sambungan telpon dengan mamanya, tak berapa lama ia melihat Karin sedang berjalan ke arahnya dengan didampingi kedua sahabatnya.

Daren melihat Karin begitu gembira bersama kedua temannya, "Tak seharusnya aku membuat masalah diantara mereka" Gumam Daren merasa tak seharusnya ia menyampaikan perasaannya kepada Karin saat ini.

Daren mengatur napas agar terlihat normal saat Karin mulai mendekat kearahnya. Karin memperlihatkan senyum lebarnya saat melihat Daren, senyum yang beberapa hari ini hilang dari bibir Karin. Itu membuat Daren harus menelan ludah karena mersakan getaran aneh dihatinya, Ia juga berusaha senormal mungkin meski hatinya bergejolak untuk memnyampaikan perasaannya kepada Karin atau lebih memilih membuat Bayu kecewa karena ia menjadi pengecut.

"Bayu mana?" Tanya Karin yang sudah dihadapan Daren sambil menengok ke arah belakang Daren mencari sosok Bayu, membuat Daren tersadar dari lamunannya.

"Eh, Bayu sudah pulang duluan" Jawab Daren sedikit terbata dan dibalas oleh oh an Karin, Daren mengalihkan pandangannya ke Sarah dan Gina sambil menyapa mereka, membuat Sarah tersenyum dan membalas sapaan Daren sambil menunduk.

"Tumben banget dia nyapa aku duluan" Gumam Sarah dalam hati sambil terus menunduk karena salah tingkah dipandangi oleh Daren.

"Kalian habis nangis ya?" Tanya Daren saat melihat mata Sarah dan Karin sedikit bengkak membuat Sarah dan Karin saling berpandangan lalu tersenyum penuh arti.

"Mereka habisss, auw" Perkataan Gina terpotong karena kakinya diinjak Sarah, membuatnya meringis dan Daren hanya bisa menganggkat alisnya keheranan dengan wajah Gina.

"Kita nggak habis nangis ko' dadi cuma kelilipan" Jawab Karin dan Sarah bebarengan

"Kompak banget jawabnya!" Ucap Daren sambil tersenyum dan bersiap mengambil sepeda, Sarah, Gina dan Karin hanya bisa senyum - senyum tak jelas. "Ayo mau pulang nggak??" Tanya Daren saat dirasa Karin masih terdiam ditempatnya.

"Eh iya, ya udah Sar, Gin aku pulang dulu ya" Pamit Karin dan dibalas anggukan oleh Sarah dan Gina.

"Hati - hati" Jawab mereka saat Daren mulai mengayuh sepeda Karin.

****

Disaat ku butuh dirimu

ku ingin kau disisiku

Saat kau perlukan hadirku

ku janjikan ada untukmu

jangan..........pernah

tuk.......menghilang

Senandung lagu sahabat dari Garasi terdengar dari mulut Karin ketika Karin turun dari kamarnya menuju ruang makan.

"Pagi Ma, Pa" Ucap Karin riang dan mencium satu persatu pipi kedua orang tuanya membuat Mama dan Papa saling pandang heran..

"Tumben ceria banget, ada apa ini?" Tanya sang Mama sambil meletakkan roti bakar diatas piring Karin.

"Nggak ada apa - apa" Jawab Karin setelah selesai berdoa dan memakan rotinya, Karin merasa jauh lebih baik sekarang karena masalahnya dengan Sarah sudah selesai, dan semalaman dia, Sarah dan Gina mengobrol seru lewat chatting sampai - sampai membuatnya sakit perut karena terlalu sering tertawa.

"Pagi Daren" Sapa Karin saat Daren menarik kursi dan duduk didepannya seperti biasa,

"Pagi juga" Jawab Daren dengan datar dan tanpa tersenyum membuat Karin, Papa dan Mamanya saling bertatapan bingung.

"Kamu kenapa nak?" Tanya Papa Karin kepada Daren saat Mama Karin mengulurkan piring berisi roti bakar kearah Daren.

"Memangnya saya kenapa Om?" Bukannya menjawab Daren malah bertanya kepada Papa Karin.

"Kamu keliatan lesu sekali" Jawab Papa dan dibalas dengan anggukan Karin dan Mamanya,

"Owh ya? perasaan saya baik - baik saja ko' " Ujar Daren berbohong sambil memakan roti bakarnya.

"Iya juga sih, Daren kan biasa bermuka datar seperti itu Ma, auww" Jawab Karin asal jiblak membuatnya mendapatkan cubitan dari sang Mama.

"Mama sakit tau" Kata Karin cemberut sambil mengelus - elus bekas cubitan mamanya

"Kamu itu nggak boleh bilang kaya gitu Rin" Jawab sang Mama, Papa Karin yang melihat tingkah laku anaknya hanya bisa geleng - geleng kepala.

"Iya iya" Kata Karin sambil memandang Daren yang tidak memandangnya "Padahal memang kenyataannya seperti itu" Gumam Karin pelan agar sang Mama tidak bisa mendengarnya

Mereka pun kembali diam sambil menikmati sarapannya masing - masing.

Selesai makan Karin memutuskan untuk menonton tv bersama dengan Papa dan Mamanya sedangkan Daren lebih memilih kembali ke kamarnya. Saat sedang asyik - asyiknya menonton tv terdengar suara bel membuat Karin terpaksa beranjak dari tempat duduknya untuk membukakan pintu.

"Halo Kariiiin" Teriak seseorang langsung memeluk Karin saat Karin membuka pintu rumahnya "Apa kabar? Tante kangen sama kamu" Lanjutnya sambil melepas pelukan Karin.

"Tante Ririn? Kapan pulang?" Tanya Karin kepada tantenya dan sekaligus Mama Daren, belum sempet menjawab pertanyaan Karin, tante Ririn beralih kepada mama Karin yang kini sudah dibelakang Karin.

Seperti kebiasaan sebelumnya mereka kembali heboh jika sudah bertemu satu sama lain membuat Karin geleng - geleng kepala melihatnya, sedang Daren yang sedari tadi ada di kamarnya keluar karena mendengar keributan.

"Mama" Pekik Daren ketika melihat mamanya yang segera menghampirinya dan memeluk Daren.

"Gimana kabar kamu sayang?" Tanya Tante Ririn kepada Daren sambil melepas pelukannya.

"Baik ma, Papa mana?" Tanya Daren lagi yang tidak melihat sang Papa,

"Itu" Jawab Tante Ririn sambil menunjuk seseorang yang sedang mengobrol dengan Papa Karin "Udah siap - siap?" Tanya Tante Ririn.

"Oh udah tinnggal sedikit lagi, bentar ya ma!" Kata Daren sambil beranjak dari ruang tengah menuju kamarnya. Karin yang mendengar perkataan Daren mengerutkan kening dan menghampiri tante Ririn yang sedang mengobrol dengan mamanya.

"Permisi tante" Sela Karin membuat tante Ririn menghadapnya "Maksud tante nyuruh Daren siap - siap emang kalian mau kemana?" Tanya Karin.

"Loh emang kamu nggak dikasih tau sama Daren, sayang?" Jawab Tante Ririn membuat Karin tambah kebingungan dan membalasnya dengan gelengan kepala.

"Daren mau pulang ke rumahnya hari ini. beberapa hari yang lalu dia bilang sama Mama dan Papa. Emang nggak pamit sama kamu?" Jawab Mama Karin membuat Karin tak percaya dan menggelengkan kepalanya.

"Daren mau pulang kerumahnya hari ini? Kenapa dia nggak bilang dulu ke aku!" pikir Karin dalam hati.

"Ya mungkin Daren lupa, atau mungkin pas mau bilang ke kamu, kamunya lagi sibuk jadi belum sempat bilang ke kamu" Kata Tante Ririn membuat Karin hanya tersenyum kepadanya.

Karin benar - benar tak habis pikir kenapa Daren sebelumnya tidak memberitahu bahwa dia akan pulang hari ini, bahkan mama dan papanya sudah tau akan hal itu, tapi kenapa hanya Karin saja yang belum tau tentang ini. Tanpa Karin sadar ia sudah membuka pintu kamar Daren tanpa mengetuk pintu dan memandang Daren yang kini sedang memandangnya dengan alisnya yang naik sebelah.

"Ke.kenapa?" Tanya Karin bergetar sambil menahan amarahnya," Kena......pa nggak bilang ke aku kalau kamu mau pulang hari ini?" Tanya Karin dengan nada sedikit bergetar.

"Maaf aku lupa kasih tau kamu" Jawab Daren pelan sambil mengalihkan pandangan dari Karin, mendengar perkataan membuat Karin tercengang menatapnya sambil menggeleng - geleng kepalanya.

"Ba......gaima.na bisa lupa? Sedang kan Papa sama Mamaku tau soal ini" Jawab Karin dengan nada yang sedikit panik.

"Karin" Panggil Daren dengan sedikit lembut membuat Karin menatap mata coklat Daren "Aku minta maaf karena tidak memberitahu kamu sebelumnya. Tapi sekarang kamu sudah tau jadi seharusnya nggak ada masalahkan?" Tanya Daren

"Seharusnya memang nggak ada masalah, tapi kenapa aku merasa sakit?" Tanya Karin dalam hatinya sambil mengangguk kearah Daren.

"Tapi bukannya dulu kamu bilang kamu akan disini sampai kita lulus kan?" Tanya Karin kembali mencoba menahan rasa sakit yang perlahan - lahan menghampirinya.

"Owh itu, Mama sudah kembali ke rumah dan dia menyuruhku untuk kembali ke rumah kami, Lagi pula tidak ada bedanya pulang sekarang atau nanti. Toh bentar lagi juga ujian kelulusan" Kata Daren dengan nada datar seperti biasa tanpa memandang Karin yang sedang memandangnya.

Karin memandang Daren sambil memainkan jari - jarinya berusaha menenangkan perasaannya tanpa bisa berkata apa - apa.

"Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu, katanya tidak ada bedanya pulang sekarang atau nanti?" Pikir Karin dalam hati sambil terus meremas - remas jarinya.

"Kamu be......nar, pulang sekarang atau nanti nggak akan ada bedanya" Kata Karin sambil berusaha agar suaranya tidak bergetar namun usahanya sia - sia karena suaranya memang sudah bergetar.

Daren melirik Karin yang sedang menunduk berusaha menyembunyikan tangisannya, entah apa yang ada dipikiran Karin hingga dia menangis membuat Daren bingung menghadapinya.

"Lagi pula kita masih bisa bertemu di sekolah kan? Dan kalau aku ada waktu aku akan sering main kesini" Ucap Daren berusaha menenangkan Karin membuat Karin mendongak dan menatapnya dan saat itu Daren melihat air mata Karin menetes dari matanya, "Jadi kamu nggak perlu bersedih seperti itu, kita masih berteman" Kata Daren sambil tersenyum.

"Masih bisa bertemu di sekolah, masih bisa berteman, kamu akan sering main ke rumah" Kata Karin sambil menghapus air matanya satu persatu, Daren hanya mengangguk membenarkan perkataan Karin "Harusnya tidak ada masalah tapi entah kenapa aku merasakan sakit hanya karena kamu tidak memberitahu sebelumnya" Kata Karin dan saat itu juga air matanya kembali menetes membuat Daren berdiri dan mendekati Karin.

"Maafin aku, aku beneran minta maaf" Kata Daren sambil mengusap air mata Karin dan Karin hanya bisa menatap mata coklat yang selalu menemaninya selama satu tahun ini, Daren pun menatap mata Karin yang basah karena air mata, membuat dadanya kembali bergetar dan ingin rasanya Daren memeluk Karin dan mengutarakan perasaannya.

"Karin" Panggil Daren yang dibalas dengan gugaman tak jelas Karin. "Aku.........mencintaimu" Kata hati Daren namun yang keluar dari mulut Daren "Aku menyukaimu".

Membuat Karin yang sedang merasakan getaran dalam hatinya hanya tersenyum simpul dengan raut kecewa, "Aku juga menyukaimu" Kata Karin membuat Daren tersenyum sedih dan membelai rambut Karin

"Sebagai sahabat" Keduanya berujar bersamaan membuat mereka saling tersenyum dalam kesedihan.

Endingg...........

Kepanjangan nggak sih nih cerita?? Terus udah puas belum ma endingnya? jangan salahin author ya! Emang dari awal pengen ini cerita jadi sad ending.Tapi pengen juga happy ending ach jadi bingung nentuin endingnya.

Makasih banyak yang udah berpartisipasi dengan cara memberi saran dan komennya.

Akhir kata See you till next story bye bye :-)


4 comments:

Ana Merya said...

Udah?
Gitu aja?
Yaaaaahhh.....

Anonymous said...

Kenapa gak dibikin jd pacaran? Part susulan dong!

Unknown said...

Pdhal mreka ccok.. Knp gc distuin.

Unknown said...

Pdhal mreka ccok.. Knp gc distuin.